CerpenHiburan

Plot Twist Hidup – Part 3

154
×

Plot Twist Hidup – Part 3

Sebarkan artikel ini

Ditulis oleh Ziaa-Ya

Illustration by Icons 8 from Ouch!

Ngomong-ngomong, Riri belum pernah mencicipi goreng singkong. Itu terlalu banyak minyak yang menurut Riri akan membuat tubuhnya penuh dengan lemak.

Sebenarnya ia lapar, tapi ia takut rasa goreng singkong itu tidak sesuai ekspetasi nya. Jadi, ia hanya minum saja.

Luna mengajak Riri mengerjakan tugasnya di kamar saja. Tugas dari Bu Hasni yaitu menggambar sebuah organ dalam tubuh manusia.

Saat Riri masuk ke kamar Luna, ada satu ranjang yang muat untuk satu orang. Ia melihat ada sebuah boneka beruang.

Ia jadi ingat Chiko.

Chiko sedang apa ya?

***

Saat Riri sekolah, Chiko memang aman.

Tapi tidak dengan Bi Tati.

“Ndhuk. Tadi Bibi ke atas, ko denger suara air ya dari kamarmu. Kamu ndhak lupa matiin air di kamar mandimu kan, Ndhuk?”

Riri terkejut, kaki nya terasa lemas. Ia menggeleng pelan. “Mungkin halusinasi Bibi aja.”

“Massa toh, Ndhuk.”

Riri mengangguk. “Riri laper. Bibi udah masak?”

“Udah. Bibi hangatkan dulu ya.”

“Gak usah dianterin. Nanti Riri ambil aja.”

Bi Tati mengangguk. Ia langsung pergi ke dapur untuk menghangatkan masakannya.

Jauh berbeda dengan Riri yang menahan kegugupannya. Riri membuka pintu kamarnya pelan-pelan. Ia mengintip terlebih dahulu isi kamarnya. Disana, terdapat Chiko bersandar pada pintu kamar mandinya.

Riri berjalan pelan-pelan. Ia menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan bergegas menguncinya.

Riri menyimpan tas nya pada meja belajar. Ia menghampiri Chiko yang terlihat memejamkan matanya.

Hm..

Bulu mata Chiko begitu lentik. Halisnya hitam tebal. Hidungnya tidak terlalu mancung tapi tidak terlalu pesek. Satu lagi! Terdapat kumis tipis pada wajah Chiko.

Riri lupa. Sepertinya Chiko lapar. Ia terlihat memegang perutnya.

Riri berjongkok. Ia menusuk-nusuk pipi Chiko dengan jari telunjuknya.

Apa?! Riri baru saja menyentuh pipi Chiko.

Dalam beberapa saat, Chiko terbangun. Ia tersenyum tipis pada Riri. Sekejap Riri terdiam menatap Chiko.

Ia masih tidak percaya. Boneka yang sudah 10 tahun menemaninya, kini berubah menjadi seorang laki-laki yang menurutnya, TAMPAN.

“Rihanna, kamu…lama.” ucapnya lemas.

Riri tersadar. Buru-buru ia berdiri dan mengulurkan tangan pada Chiko. Tapi Chiko tidak menyambut uluran tangannya. Manusia itu berdiri sendiri.

Riri pura-pura menggaruk tangannya tidak gatal.

Chiko menolak uluran tangannya?

Apa karena dia boneka? Jadi dia tidak mengerti?

Melihat Chiko berdiri, ia menepuk jidatnya. Ia tidak bisa melihat Chiko seperti ini setiap hari. Pakaian yang Chiko pakai, sangat tidak enak untuk dilihat.

Riri membuka lemari nya. Ia mencari sebuah celana olahraga. Gadis itu ingat persis, ia pernah membeli sebuah celana olahraga yang saat ia pakai ternyata kebesaran.

Awalnya, Chiko hanya melihat gerak-gerik Riri. Namun, lama-kelamaan ia mulai melihat Riri seperti kebingungan. Chiko menghampiri Riri.

“Cari…apa?” tanya Chiko.

“Ish. Sana! Lo duduk aja di kasur. Ini pribadi gue!” usir Riri.

Chiko menurut. Ia berjalan lemas pada kasur Riri.

“Pake!” Riri menyodorkan sebuah celana olahraga warna biru dongker juga dengan kaos pendek warna putih.

Chiko berniat membuka celana nya yang kecil di depan Riri. Gadis itu melotot, bagaimana bisa seorang laki-laki dewasa akan membuka celananya dihadapan Riri?

“Heh! Gak Sopan lo boneka beruang!” teriak Riri.

Chiko menatap Riri dengan satu alis terangkat. “Harus..Di.. Buka.. Dul..”

“Gak disini! Tuh kan ada kamar mandi!”

Chiko menghela napas berat. Ia bergegas ke kamar mandi walaupun ia sangat lemas. Rasanya seperti sudah lama tidak makan.

Lah?!

Kan dulu boneka. Boneka kan tidak makan.

Sebagai orang yang mudah naik darah, Riri menggeleng pelan. Ia mengambil pakaian ganti, dan dengan cepat mengganti pakaiannya. Takut Chiko keburu selesai.

Riri sudah selesai berganti pakaian, meskipun dengan terburu-buru. Ia duduk di kursi belajar nya mengahadap kamar mandi.

Pikirannya benar-benar terbagi. Tidak mungkin ia terus-terusan mengurung Chiko di dalam kamarnya.

Apa mungkin dia minta pertolongan Bi Tati? Ah. Bi Tati terlalu dramatis. Yang ada, nanti Bi Tati pingsan. Mang Agus? Suami Bi Tati itu bukan orang yang tepat. Meskipun laki-laki, Mang Agus selalu bergosip ria dengan para satpam komplek lainnya. Bagaimana jika Mang Agus keceplosan?

Atau mungkin pada Papa nya? Papa nya sangat sibuk. Mungkin jika Riri bercerita pun Papa nya pasti menjawab kebanyakan nonton film, kamu. Bisa-bisa ia dianggap tidak waras oleh Papa nya sendiri.

Chiko keluar dari kamar mandi nya. Ia memegang baju dan celana saat ia masih menjadi boneka. Ia duduk di kasur menatap Riri.

Melihat wajah Chiko, ia jadi ingat. Sejak pagi Riri tidak memberi nya makanan karena terkejut. Ini sudah menunjukkan pukul 4 sore.

“Tunggu!” perintah Riri.

Chiko masih saja menurut.

Riri bergegas keluar dari kamar dan menguncinya. Tapi tak lama ia kembali lagi dan mengambil beberapa pakaian kotornya. Tak lupa ia juga merebut baju kecil Chiko.

Chiko tidak berbicara apa-apa. Ia benar-benar lemas.

Pergi ke dapur untuk mengambil makanan, Riri melihat Bi Tati sedang meletakkan piring untuknya.

“Udah siap semua?”

“Sudah, Ndhuk.”

“Itu baju kotor Riri, tolong cuciin ya Bi.” Ucap Riri meletakkan baju kotornya dan Chiko pada kursi.

Secepat kilat Riri mengambil nasi, ayam goreng, sayur capcai, minum, dan ice cream greentea kesukaannya pada satu nampan.

Bi Tati terkejut melihat apa yang dilakukan majikannya. Sudah sejak lama ia tidak melihat Riri makan banyak seperti ini. Biasanya, Riri hanya akan sarapan saja. Malam pun, ia akan makan jika diantarkan makanan oleh Bi Tati.

Tapi kali ini? Riri makan sore. Terlebih dengan porsi yang seperti untuk dua orang.

Riri pergi kembali menuju kamarnya tanpa menghiraukan tatapan Bi Tati.

Chiko mendekat pada Riri. Ia tersenyum senang melihat apa yang dibawa Riri. Riri membiarkan Chiko memakan makanan yang ia bawa. Sedangkan dirinya hanya memakan ice cream. Chiko makan dengan sangat lahap. Itu membuat Riri merasa bersalah karena pagi tadi tidak memberi nya makan.

Memandangi Chiko yang sedang lahap makan, ia melihat Chiko memakai sebuah kalung persis saat menjadi boneka yang memiliki bandul berbentuk Bulan.

Makanan yang Riri bawa telah habis Chiko makan. Ia mengelus perutnya sendiri, memberikan isyarat bahwa ia kenyang. Tapi ia melihat Riri tengah memakan sesuatu.

“Rihanna, apa yang kamu makan?”

Riri menoleh. Ia mengangkat satu suapan dan memperlihatkan nya pada Chiko. Mata Chiko berbinar. Layaknya anak kecil, ia berteriak meneriaki ice cream.

“Berisik!” komentar Riri.

Gadis berambut panjang itu memberikan ice cream yang baru ia makan separuh. Tak menyangka, Chiko akan menerima nya dengan sangan excited.

Tak butuh waktu lama Chiko memakan ice cream, kini sudah habis. Riri menahan tawanya, Chiko sekarang sudah berubah jadi manusia. Tapi kenapa tingkah nya seperti anak kecil?

Riri mengambil sehelai tisu dan memberikannya pada Chiko. Laki-laki  itu mengusap mulutnya dengan tisu.

Riri membereskan bekas makan Chiko. Ia menyimpannya di meja belajar. Biar saja nanti ia simpan, fikirnya.

Ia duduk pada sebuah karpet berbulu, bersandar pada kasurnya. Chiko pun ikut-ikutan bersandar pada kasur.

“Lo punya hutang cerita ke gue!”

“Aku gak tahu harus mulai darimana, Rihanna.”

Riri menoleh pada Chiko. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sepertinya, dengan Chiko memang harus ekstra sabar.

“10 tahun lalu, tepat gue umur 7 tahun orang tua gue beli boneka beruang. Gue namain Chiko.” mulai Riri.

“Kemarin, aku berantem sama Bundaku. Bunda juga punya toko boneka, toko nya dimana-mana.” Chiko juga memulai ceritanya.

“Terus?”

“Aku lupa-lupa inget.”

Riri menggaruk kepalanya.

“Oke. Berapa lama lo jadi boneka?”

Chiko mengangkat bahunya. Riri menepuk jidat pelan.

“Tapi, waktu kamu gantiin baju aku yang hitam, aku udah jadi boneka.”

“Baju?”

Riri mengingat-ingat lagi.

Ia ingat, pada usia 15 tahun ia membeli beberapa baju untuk Chiko. Ia memakaikan baju hitam pada Chiko itu 2 tahun lalu, dan baju itu belum ia pakaikan lagi. Artinya, Chiko sudah lama menjadi boneka. Ia menatap Chiko yang juga menatapnya.

“Gue pakein Chiko baju hitam 2 tahun lalu.”

“Sekarang tahun berapa?” histeris Chiko.

“2021.”

“Aku berantem sama Bunda itu tepat di acara Sweet Seventen, tahun 2019 bulan Februari tanggal 19.”

Riri terkejut. Sekarang ia tahu, Chiko menjadi boneka 2 tahun. Tapi, mengapa pada boneka nya?

“Gue inget, 2 tahun lalu gue nitip lo ke Papa buat di cuciin. Waktu itu Bi Tati gak bisa pergi ke laundry. Jadi gue titip lo ke Papa.” Jelas Riri. “Apa mungkin dari situ lo jadi boneka? Tapi gimana bisa?”

Lagi-lagi Chiko mengangkat bahunya.

“Rumah lo dimana?”tanya Riri.

“Aku gak inget Rihanna.”

“Coba lo omongin apa yang lo inget! Gue nanya tapi lo gak inget terus!” kesal Riri.

Chiko terdiam. Ia menggaruk lehernya. Tangannya menyentuh sesuatu yang langsung ia lihat. Ia melihat kalung berbandul Bulan dilehernya. Ia menatap Riri yang sejak tadi memperhatikannya.

“Itu kalung udah ada dari pertama Chiko datang ke rumah ini.”jelas Riri.

“Toko Bunda setiap boneka nya selalu ada kalung bandul Bulan.” ingat Chiko.

“Really?! Lo madep sana! Siapa tau ada petunjuk asal-usul lo di kalung ini.”

Chiko menghadap jendela. Dengan cepat Riri mengambil kalung itu dari lehernya. Chiko pun cepat berbalik, ia juga ingin tahu asal-usulnya. Ia lupa alamat rumahnya.

Riri membuka bandul itu perlahan. Bandul itu dapat dibuka dengan mudah, seperti ia membuka tutup botol. Setelah bandul itu terbuka, terdapat kertas yang menyembul ke atas. Riri membuka tulisan yang ada pada kertas itu.

Karan’s Doll.

“Karan’s Doll?” gumam Riri.

“Aku inget!” teriak Chiko.

Riri langsung membekap mulut Chiko. Chiko berteriak, bisa-bisa Bi Tati mendengarnya.

“Lo jangan teriak! Ini bukan hutan!”

Riri melepaskan tangan nya dari mulut Chiko. Ia mendengus kesal. Mengapa Chiko menyebalkan setelah jadi manusia?

“Aku inget! Nama aku Karan. Karan’s Doll itu nama toko boneka Bunda.”

“Oke fiks! Gue tinggal anterin lo ke Karan’s Doll.” senang Riri. “Tapi, lo inget terakhir kali sebelum lo jadi boneka?”

Karan mengangguk. “Waktu itu, perayaan sweetseventen, tapi ditengah-tengah pesta Bunda pergi karena ada acara opening toko baru, aku berantem sama Bunda. Yang paling aku ingat, aku teriak di tengah jalan nyusul Bunda dan aku bilang, andai aku jadi boneka. Udah aku gak inget lagi. Aku pusing kalo inget-inget.” jelas Karan memegang kepalanya.

“Chiko datang itu 10 tahun lalu, dan lo jadi boneka 2 tahun lalu.” bingung Riri.

Ia mendapatkan beberapa petunjuk tentang Chiko. Tidak! Bukan Chiko! Sekarang ia sudah ingat namanya, Karan.

Petunjuk pertama, namanya Karan. Kedua, ia punya toko boneka besar bernama Karan’s Doll. Ketiga, tanggal lahirnya 19 Februari, tahunnya? Ia malas berhitung.

***

 

Baca Bagian Sebelumnya: Plot Twist Hidup – Part 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *