Sasakala

Situ Gede: Legenda dan Keindahan Kota Tasikmalaya

1478
×

Situ Gede: Legenda dan Keindahan Kota Tasikmalaya

Sebarkan artikel ini

Sukabumihitz.com – Kota Tasikmalaya, yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga dengan cerita-cerita legenda yang melekat pada sejumlah tempat bersejarah di kota ini.

Salah satu tempat yang penuh misteri dan kisah lama adalah Situ Gede, sebuah danau yang memiliki daya tarik tersendiri.

Asal usul nama Situ Gede

Melansir dari YouTube Ari Dwi, kisah terbentuknya Situ Gede berawal saat raja Sumedang Prabudilaya ingin menyelesaikan Kanuragannya.

Ia pergi ke Mataram untuk menuntut ilmu agama bersama istri Nyai Raden Dewi Kondang, dan anak buahnya turut serta atas permintaan sang ibu.

Sesampainya disana Eyang Prabudilaya berguru dengan kiai Jiwa Raga, Eyang Prabudilaya sangat cepat mempelajarinya dan sang guru kagum.

Kemudian ia dinikahkan oleh sang guru dengan putrinya yang cantik jelita bernama Dewi Cahaya Karembong sebagai istri keduanya. Bersamaan dengan itu Eyang Prabudilaya diminta untuk mencari ilmu lagi tentang Islam ke tatar Sukapura.

Dalam perjalanan, meski awalnya kedua istri Eyang Prabudilaya baik-baik saja, tiba-tiba istri keduanya mulai mempertanyakan Eyang Prabudilaya. Karena setelah menikah, ia bertanya kepada istri pertama Eyang Prabudilaya dan permasalahannya sama, yaitu keduanya gagal menunaikan kewajiban sebagai istri padahal sudah setahun menikah.

Padahal sebenarnya hal itu disebabkan Eyang  Prabudilaya belajar keras dan melupakan tugasnya sebagai seorang suami. Ide dan niat buruk mulai muncul di benak kedua istrinya itu. Gagasan memiliki istri ketiga setelah Eyang Prabudilaya menyelesaikan studinya di Tatar Sukapura membuat Nyai Raden Dewi Kondang Harpa dan Dewi Cahya Karembong berencana membunuh Eyang Prabudilaya.

Saat Eyang Prabudilaya tertidur, kedua istrinya menusukkan keris ke dadanya, dan tanpa menangis, namun dengan menyebut nama Allah, Eyang Prabudilaya menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua istrinya pun berencana menguburkan jenazahnya. Setelah berjalan sampai mencapai rawa.

Ketika para pelayannya diperintahkan untuk menyelesaikan penggalian, mereka berdua dibunuh untuk menghapus jejak kedua istri Eyang Prabudilaya. Mereka dikuburkan bersama di rawa tersembunyi ini. Purnama telah berganti, namun belum ada kabar dari Raja Muda di Sumedang sejak berangkat ke Mataram. Ibu yang khawatir mengutus adik laki-laki Eyang Prabudilaya untuk mencari adiknya.

Hingga sampai di Tatar Sukapura, ia tidak dapat mengetahui keberadaannya dan tidak mendapat kabar apapun tentang saudaranya karena makamnya tersembunyi.

Saat hendak pulang, adik Eyang Prabudilaya mengikuti kompetisi dengan seekor singa, hingga ia menang dan akhirnya menikah dengan putri penguasa wilayah tersebut.

Hal ini pun membuatnya lupa untuk kembali ke Sumedang. Pada akhirnya, karena sang ibu masih berharap kedua anaknya kembali ke rumah, ia sendiri yang mengikuti jejak mereka. Dari Mataram, ia mengetahui bahwa kedua anaknya telah berangkat ke Tatar Sukapura.

Dalam perjalanan menuju Sukapura, ia berdoa kepada Allah SWT agar kedua anaknya dapat ditemukan. Dengan izin Allah, ketika sampai di Sukapura, dia mendapati dirinya berada di rawa yang tersembunyi dan melihat cahaya memancar dari gundukan tanah.

Berdoa dan memohon petunjuk kepada Tuhan, akhirnya kami paham bahwa di dalamnya terdapat jenazah Prabudilaya dan kedua abdinya. Air mata sang ibu tak tertahankan, berurai deras ke tengah gundukan tanah tempat Pewaris Tahta Sumedang terkubur.

Doa pun ia panjatkan agar terlindung makam putranya, maka air rawa di sekitar makam ini pun naik beberapa meter hingga menyisakan makam sebagai pulau di tengahnya. Ada bisikan kepada sang Ibu untuk menancapkan tongkat yang dibawanya, hingga tumbuhlah pohon-pohonan rimbun di pulau itu.

Pada saat akan pulang menyebrangi rawa yang sudah menjadi danau, ada empat ekor ikan yang sang Ibu beri nama si Gendam, si Kohkol, si Genjreng, dan si Layung dan diberi tugas untuk menjaga makam sang Prabu dari tangan-tangan jahil yang mengganggunya.

Ketika bertemu dengan dua penduduk lokal saat hendak berangkat, sang Ibu berpesan :
“Mugi aranjeun kersa titip anak kuring dipendem di eta nusa, jenengannana sembah dalem Prabudilaya, wangku ka prabonan di Sumedang mugi kersa maliara anjeuna dinamian juru kunci (kuncen) jeung kami mere beja saha anu hoyong padu beres, nyekar ka anak kami oge anu palay naek pangkat atawa hayang boga gawe kadinya, agungna Allah cukang lantaranana sugan tidinya”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *