CerpenHiburan

Plot Twist Hidup – Part 2

206
×

Plot Twist Hidup – Part 2

Sebarkan artikel ini

Ditulis oleh Ziaa-Ya

“Chiko, andai lo bisa ngomong. Gue pasti bakal seneng.” gumam Riri.

Ia masih saja terisak pelan.

Tak lama kemudian, gadis itu tertidur. Bahkan sepatunya saja masih terlihat jelas menempel di kakinya. Tapi diam-diam, ternyata elusan itu benar adanya. Bukan halusinasi Riri saja.

*****

Panggilan Bi Tati pagi-pagi buta membuat Riri pelan-pelan keluar dari dunia mimpinya. Riri yang perlahan matanya terbangun, justru malah kembali tidur. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada perut Chiko.

“Bangun Rihanna.”

Riri terkejut mendengar suara seorang laki-laki yang menyuruhnya untuk bangun. Saat ia membuka matanya, tapi tidak ada siapa-siapa dikamarnya. Hanya ada Chiko yang selalu ia peluk erat.

Mungkin itu hanya mimpi, batinnya.

Ia melanjutkan tidurnya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 06:00.

“Rihanna. Bi Tati sudah memanggilmu sejak tadi.”

Lagi-lagi suara seorang laki-laki membuatnya terbangun. Riri dengan spontan langsung duduk. Ia mencari-cari suara siapa yang barusan berbicara di kamarnya.

Nihil.

Tetap saja tidak ada siapa-siapa di kamarnya selain Chiko yang masih saja terlihat seperti orang rebahan di kasurnya.

Apakah itu benar-benar mimpi? Rasanya seperti nyata, batin Riri.

Riri tidak ingin terlalu memikirkannya. Ia bergegas mandi karena di depan pintu kamarnya, Bi Tati sudah teriak teriak menyuruhnya mandi.

Tak butuh waktu lama, Riri sudah keluar lagi dari kamar mandinya. Ia sudah memakai seragam sekolahnya dengan sangat rapi.

Ia melihat kasur yang awalnya berantakan, kini sudah terlihat rapi. Terlebih lagi, Chiko sudah berubah posisi yang awalnya ditidurkan menjadi duduk. Mungkin tadi Bi Tati masuk ke kamar, fikirnya.

Riri menyiapkan beberapa buku pelajaran yang akan ia bawa. Biasanya Riri menyiapkan nya pada malam hari setelah ia belajar. Namun, kemarin setelah pulang dari acara Pertunjukan Bakat, Riri tertidur sampai pagi, dia baru bangun.

Kemudian, dia mulai menyisir rambutnya yang panjang.

“Ah, gue minta Bi Tati kepang rambut gue aja lah. Males gue.” gerutunya.

Kebiasaan Riri sejak kecil, ia tidak pernah bisa menyisir rambutnya. Terlebih jika sudah dikeramas. Bi Tati selalu menjadi tempat ia menata rambutnya.

Katanya, Bi Tati ini seperti salon darurat.

“Rambutmu lebih cantik digerai, Rihanna.”

Lagi-lagi Riri dikejutkan dengan suara laki-laki.

“Siapa itu?” teriak Riri.

“Kamu sekarang bisa mendengarku, Rihanna?”

Demi apapun itu, Riri ketakutan sekarang. Sisir yang sejak tadi ia pegang pun bahkan terjatuh.

“Keluar lo!”

“Rihanna, sungguh kamu bisa mendengarku sekarang?”

“Please! Ini gak lucu. Gue gak budeg. Keluar lo!!!”

Rihanna benar-benar bingung. Ia mengedarkan seluruh pandangan mata nya. Tapi tidak ada siapa siapa disana. Hanya ada Chiko.

“Rihanna? Aku Chiko. Boneka beruangmu!” seru suara laki-laki itu.

“Please ya! Gue panggil Mang Agus biar lo digebukin tau rasa.” ancam Rihanna yang masih saja mencari siapa pemilik suara itu.

“Rihanna! Tolong! Aku benar-benar Chiko! Aku bisa bergerak!”

Riri melihat ke arah Chiko, dan benar saja. Chiko yang awalnya duduk bersandar dikepala kasur kini perlahan merangkak.

Riri dengan refleks berteriak dan berlari menuju pintu kamarnya. Ia sangat terkejut. Tubuhnya tiba tiba berkeringat dingin.

“Rihanna! Tolong jangan berteriak. Aku tidak akan menyakitimu!”

Sumpah.

Demi kupu-kupu berenang.

Gajah terbang.

Riri ingin pingsan saja.

Mengapa bisa boneka beruang yang selama ini selalu menjadi teman tidurnya, kini bisa bergerak dan bahkan berbicara seperti manusia. Apa jangan-jangan selama ini elusan sebuah tangan itu adalah Chiko?

Mengapa semuanya seperti dalam sebuah dongeng?

BAGAIMANA BISA?!

“Jangan mendekat!”

Bukannya menjauh, Chiko berjalan mendekati Riri. Chiko berjalan seperti robot dalam televisi.

Demi tuhan!

Riri membuka sebelah sepatu yang tadinya sudah ia pakai. Ia lempar begitu saja pada Chiko boneka beruang kesayangannya, tepat pada hidungnya.

Chiko tergeletak seperti manusia yang pingsan.

Memangnya boneka bisa pingsan?

Ini benar-benar di luar nalar.

Nafas Riri terengah-engah. Ia masih berharap semua tentang Chiko yang tiba-tiba bisa bergerak dan berbicara ini hanya bunga tidur.

Gadis berambut hitam itu mengucek matanya. Tidak seperti yang ia harapkan. Ia berharap terbangun. Tapi ternyata setelah mengucek matanya, yang ia lihat bukan lagi Chiko boneka beruang berbaju pendek, melainkan seorang laki-laki yang tengah memegang hidungnya.

Mata Riri melotot.

Andai kata matanya seperti boneka beruang, mungkin matanya sudah keluar.

“Tolong! Siapa pun itu bangunin gue dari mimpi buruk ini!” takut Riri.

Laki-laki itu berdiri dengan masih setia memegang hidungnya yang terlihat kesakitan. Laki-laki itu sangat tinggi. Mungkin jika di bandingkan dengan Riri, gadis itu hanya setinggi dadanya saja.

Dulu, Chiko memakai baju warna cream pendek dan celana merah pendek juga. Lihatlah laki-laki itu sekarang! Ia pun memakai baju persis baju Chiko. Meskipun sangat terlihat kekecilan.

Tidak!

Tidak!

Tidak persis!

Memang itu Chiko!

Chiko nya berubah menjadi seorang manusia.

Bayangkan saja!

Baju boneka beruang yang besar, yang kiranya bisa dipakai anak usia 9th dipakai seorang laki-laki yang tingginya sekitar 180cm.

Riri benar-benar ketakutan. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk membuka pintu kamar dan berlari saja, Riri rasa ia tidak mampu.

Berubah nya Chiko menjadi manusia, benar-benar membuat Riri tidak bisa berkutik.

“Aku jadi manusia lagi!” seru laki-laki itu.

Riri menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Bagaimana bisa ia melihat kejadian seperti ini?

“Rihanna! Terima kasih sudah mengembalikan aku menjadi manusia!”

“Hah? Gue gak mimpi kan?” tanya Riri sambil meremas rok sekolah nya.

“Rihanna! Aku manusia. Ak..”

Belum selesai laki-laki itu berbicara, suara Bi Tati membuatnya berhenti berbicara.

“Ndhuk. Udah jam 7 loh iki, kamu mau sekolah ndak toh?” teriak Bi Tati dari luar kamarnya.

Riri tersadar.

Ternyata ini benar-benar nyata. Chiko memang berubah menjadi manusia.

“Gue gak tau asal-usul lo kaya gimana. Meskipun gue berharap ini mimpi. Tapi lo jangan kemana-mana! Tunggu gue pulang! Lo punya hutang cerita!” pinta Riri.

Laki-laki itu mengangguk patuh. Kemudian ia memberikan sepatu yang tadi di lempar Riri.

“Sepatumu, Rihanna.”

Riri mengambil sepatunya dengan cepat meskipun ia masih ragu.

“Ndhuk! Kamu iki baik-baik saja toh?! Bibi masuk saja ya!” teriak Bi Tati lagi.

“Gak usah! Riri udah siap! Tunggu di bawah aja!” balas Riri tak kalah teriak.

Ia segera bergegas mengambil tas nya, tak lupa dengan sisir yang tadi ia jatuhkan. Laki-laki itu tersenyum manis melihat keterkejutan Riri. Dirinya pun masih tidak menyangka bisa berubah menjadi manusia lagi.

****

Selama pelajaran berlangsung, Riri tidak dapat berkonsentrasi. Riri sesekali mengangguk, pura-pura paham dengan penyampaian materi dari gurunya.

Untungnya, Riri duduk di meja ke 3 paling kanan.

Jessie, teman sebangkunya tidak memperdulikan Riri.

Sudah dikatakan, Riri itu tidak punya teman dekat. Jangankan untuk teman dekat, untuk sekedar melakukan percakapan dengan teman-teman sekelasnya saja jarang.

Berbeda dengan Chiko, Riri selalu bercerita apapun yang terjadi di sekolah. Meskipun sebelum Chiko berubah menjadi manusia, ia hanya menanggapi cerita Riri dengan diam, Riri bersyukur akan itu. Chiko tidak akan menceritakan kesedihannya pada siapapun.

Riri jadi gelisah.

Mungkin dulu saat Chiko benar-benar jadi seorang boneka, Chiko tidak akan menceritakan tentang Riri kepada siapa pun. Namun sekarang? Apakah Chiko akan pergi dari rumahnya dan menceritakan kepada siapapun tentang hidup Riri?

Apakah Riri nantinya benar-benar tidak mempunyai teman?

Riri jadi teringat.

Apakah yang merapikan kamar nya tadi pagi adalah Chiko? Jika benar, maka Bi Tati akan pergi ke kamar nya untuk dirapikan.

Bagaimana jika Bi Tati tau ada laki-laki di kamarnya?

Bagaimana jika Bi Tati mengadu pada Papanya?

Bukankah Chiko pasti akan diusir? Dan Riri tidak akan mempunyai teman lagi.

Dengan cepat dan hati-hati. Riri menghubungi Bi Tati lewat pesan WhatsApp, meminta agar hari ini Bi Tati tidak usah ke kamar nya. Riri lega saat Bi Tati membalas iya pada pesan WhatsApp nya.

Untung saja, Pak Hartono yang kini tengah ngajar di kelasnya tidak ngeh dengan apa yang dilakukan Riri.

“Ri, gimana kalo kita kerjain tugas kemaren dari Bu Hasni di rumahku hari ini?” tawar Luna.

Luna duduk tepat di belakang Riri.

Kebetulan, tugas Bu Hasni itu dikelompokkan menjadi dua orang dengan acak, dan Riri kebagian dengan Luna.

Luna sama dengan Riri, tidak mempunyai teman dekat. Orang-orang tidak ingin berteman dengan Luna karena katanya, Luna berasal dari keluarga miskin. Padahal, apa bedanya orang miskin dengan orang kaya? Sama saja bukan?

Kenapa orang kaya tidak mau berteman dengan orang miskin?

Rugi kah mereka jika berteman dengan orang miskin?

“Boleh.”

****

“Ri, sorry ya. Rumah gue kaya gini.” Ucap Luna.

Riri melihat sekeliling rumah Luna.

Rumahnya memang bisa dibilang kecil. Bahkan ruang tamunya, sama dengan kamar milik Bi Tati.

Disana terdapat kursi yang sudah terlihat usang. Ada televisi tabung, seperti zaman dulu.

Ibunya, masih muda. Beliau memakai pakaian yang warna nya sudah terlihat memudar. Ibu Luna menyodorkan sebuah air putih dalam sebuah cangkir, juga ada goreng singkong yang biasa Mang Agus minta pada Bi Tati.

Ngomong-ngomong, Riri belum pernah mencicipi goreng singkong. Itu terlalu banyak minyak yang menurut Riri akan membuat tubuhnya penuh dengan lemak.

Sebenarnya ia lapar, tapi ia takut rasa goreng singkong itu tidak sesuai ekspetasi nya. Jadi, ia hanya minum saja.

Luna mengajak Riri mengerjakan tugasnya di kamar saja. Tugas dari Bu Hasni yaitu menggambar sebuah organ dalam tubuh manusia.

Saat Riri masuk ke kamar Luna, ia melihat ada sebuah boneka beruang.

Ia jadi ingat Chiko.

 Bersambung…

 

Baca Bagian Sebelumnya: Plot Twist Hidup – Part 1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *