CerpenHiburan

Plot Twist Hidup – Part 1

182
×

Plot Twist Hidup – Part 1

Sebarkan artikel ini

Ditulis oleh Ziaa-Ya

Awalnya Rihanna tidak percaya saat dia menangis di kamarnya, ada yang mengusap punggungnya. Namun ia menganggap biasa dan mulai berfikir mungkin itu hanya halusinasi dirinya saja.

“Hidup ini selalu penuh dengan plot twist-plot twist yang tidak bisa kita rencanakan. Maka dari itu berisaplah untuk semua plot twist kehidupan yang akan datang.”

“Hati-hati dengan ucapanmu, boleh jadi ucapanmu menjadi plot twist di hidupmu”

**********

Hujan deras dengan suara petir mendera kota di mana Rihanna tinggal.

Sejak satu jam lalu, gadis yang biasa dipanggil Riri itu menonton sebuah Drama Korea dilayar laptopnya. Waktu menunjukan pukul 7 malam, tapi gadis itu masih belum menutup tirai jendelanya.

Mengalihkan fokusnya dari tayangan, Riri menghembuskan nafasnya dengan sangat berat. Dia mematikan laptopnya, Riri menunduk sangat lama. Kemudian dia menyimpan laptop di atas meja belajarnya.

Riri berjalan ke arah jendela kamarnya. Menatap beberapa orang yang lewat dengan terburu-buru. Just information, Riri tidak pernah menutup tirai jendelanya, kecuali sedang memakai baju.

Matanya beralih pada perutnya yang keroncongan. Riri menyentuh perutnya. Sesaat ia ingat, sejak siang tadi, Riri belum makan lagi. Tapi ia terlalu malas untuk turun kebawah hanya sekedar makan.

Suara ketukan pintu membuat Riri beralih dari jendela kamarnya. Ia bergegas membuka pintu.

“Kenapa?” ketus Riri.

“Loh loh loh, ya ora usah tanya kenapa toh Ndhuk. Harusnya Bibi yang tanya kenapa? Kamu iki belum dinner toh Ndhuk.” jawab Bi Tati dengan semangat dan logat Jawa nya.

Bi Tati ini adalah ART di rumahnya dari sejak pertama orang tuanya menikah.

“Dinner?” tanya Riri.

Bi Tati mengangguk.”Dinner artinya makan malam toh?”tanya balik Bi Tati. “Dinner toh Ndhuk. Massa ndak tau. Bibi yang tidak tamat SD saja tahu, massa Ndhuk Riri yang sekolah SMA ndak tau.” Lanjutnya.

“Hah?” Riri melongo dengan penuturan Bi Tati. Sejak kapan Bi Tati jadi gaul begini? Bingungnya.

“Wis toh, Ndhuk. Ndak usah dipikirin kalo Bibi sekarang lebih pintar darimu toh.”

“Apasi? Mau apa ngetuk pintu?” tanya Riri dengan ketus.

Ngomong-ngomong, Bi Tati ini sudah terbiasa dengan sikap ketusnya Riri. ART nya itu tahu betul kenapa Riri menjadi seperti ini. Ia faham dengan keadaan Riri.

“Jangan begini toh, Cah Ayu. Makan ya!” pinta Bi Tati memegang tangan Riri.

Riri melepaskan tangan Bi Tati dari pergelangan tangannya. “Riri gak laper.” tolak Riri.

Tapi perutnya berkata lain. Perutnya bersuara dan itu terdengar jelas oleh Bi Tati. Wanita berusia 57th  itu mecolek perut Riri.

“Ndak laper toh, Ndhuk.” jahil Bi Tati.

“Ya sudah, Bibi ambilkan makan saja ya kalo kamu ndak mau turun.” ucapnya lalu hendak mengambil makan untuk Riri.

“Gak perlu.”

“Loh loh. Perutmu itu keroncongan betul. Nanti kamu sakit, Ndhuk.”

“Biar Riri yang turun. Bibi temenin.”

******

“Ri, nanti siapa yang datang ke acara Pertunjukkan Bakat?” tanya Jessie ditengah pembelajaran.

Riri mengangkat bahunya tidak peduli. Jessie bilang, kedua orang tuanya akan menghadiri acara Pertunjukkan Bakatnya, yaitu menari.

Riri ingin benar-benar tidak peduli siapa yang akan jadi wali nya di Pertunjukkan Bakat nanti. Tapi hatinya tidak. Sejak kelas 2 SD, orang tua Riri bercerai. Mama nya pergi meninggalkan dia yang sampai saat ini ntah dimana. Ntah masih hidup atau tidak, Riri tidak tau. Sedangkan Papa nya, sibuk bekerja.

Papa nya adalah pemilik dari Brand Kerajinan Kayu besar. Tak hanya itu, Papa Riri juga pemilik salah satu Penerbit Mayor. Itulah sebabnya mengapa Papa Riri sangat sibuk sekali.

Setiap ada rapat ataupun sesuatu yang mengharuskan datangnya wali murid, Bi Tati selalu menjadi sasarannya. Entah bagaimana jadinya bila tidak ada Bi Tati di hidup Riri.

*******

Acara Pertunjukkan Bakat berjalan dengan meriah dan sangat membahagiakan. Tapi tidak berlaku untuk Riri. Gadis itu tidak pernah menunjukkan bakatnya walaupun setiap tahun acara itu ada. Ini tahun kedua di SMA. Artinya, tahun depan adalah tahun terakhir Riri bisa menunjukkan bakatnya di sekolah.

Meski begitu, Riri sudah berniat tidak akan menunjukkan apapun. Percuma saja, orang tuanya tidak akan melihat Pertunjukkan Bakatnya. Walaupun sebenarnya Riri tidak punya bakat untuk ditunjukkan.

“Jessie, kamu luar biasa. Ayah bangga sama kamu” ucap Ayah Jessie memeluk Jessie.

Riri melihat Jessie dipeluk Ayahnya hanya mampu tersenyum miris. Ia tidak ingat kapan terakhir kali Papanya memeluk dia. Bahkan sudah 2 hari ini, Riri tidak bertemu Papa nya.

“Ndhuk, kita pulang saja ya. Bibi tahu, kamu ndak nyaman disini.” ajak Bi Tati.

Riri mengangguk patuh.

Sepanjang perjalanan pulang Riri hanya menatap keluar jendela. Bi Tati dan Mang Agus sopirnya saling menatap. Mereka bingung harus menghibur dengan cara bagaimana. Karena jika sudah begini, Nona Muda mereka susah sekali untuk dihibur.

Bahkan jika salah satu dari mereka mengadukan hal ini kepada Tuannya, Tuan Besar mereka hanya menjawab “Biarkan Riri melakukan apa yang ingin Riri inginkan.” Tapi Tuannya itu tidak pernah memberikan apa yang Riri inginkan.

Sesampainya dirumah, Riri langsung berlari menuju kamarnya.

Riri membuka pintu kamarnya dengan sangat kasar. Dia melempar tas nya ke sembarang arah. Tidak peduli tas nya mengenai benda apapun yang membuat jatuh.

Gadis itu membenamkan wajahnya pada boneka beruang besar kesayangannya.

Boneka itu adalah kado ulang tahun dari kedua orang tuanya saat ia berusia 7th. Awalnya Riri tidak peduli dengan boneka besar itu, namun setelah ia berusia 8th dan kedua orang tuanya bercerai, Riri menjadi anak yang murung. Ia tidak suka berteman dengan siapapun. Bahkan saat teman-teman sebayanya mengajak main ke rumah mereka, setiap pulang Riri selalu menangis.

Ia selalu berfikir, berteman dengan orang yang orang tuanya lengkap hanya membuatnya merasa iri dan sakit hati. Itu sebabnya pula Riri tidak punya teman dekat.

Ia hanya akan bercerita segala kesenangan dan kesedihannya pada Chiko, boneka beruangnya yang selalu menemani dia tidur sejak kecil. Dari situlah Riri sangat menyayangi Chiko.

Bi Tati menyusul Riri ke kamarnya, wanita tua itu mengusap punggung Riri dengan penuh kasih sayang.

Bi Tati sering melihat pemandangan seperti ini, dimana Riri selalu terlihat hancur hanya karena iri melihat temannya dipuji, ditemani dan disayang orang tuanya.

Meskipun Bi Tati dan Mang Agus sangat menyayanginya, tak sedikitpun menutup kemungkinan bahwa Riri juga ingin merasakan kasih sayang berlimpah dari Papanya.

“Ndhuk, kalo kamu ingin makan nanti telpon bibi saja ya. Biar bibi antar saja kesini. Bibi tau, kamu sedang ingin sendiri.” ucap Bi Tati mengelus rambut Riri.

Riri tak menjawab apapun, ia tetap menangis sejadi-jadinya. Bi Tati menutup pintu kamar Riri dengan penuh rasa sedih.

“Gue tau Papa sayang gue. Tapi kenapa Papa gak pernah nunjukkin itu??” racau Riri sambil memukul-mukul kepala Chiko.

“Gue gak pernah minta apapun ke Papa selain waktu Papa. Tapi kenapa seolah waktu Papa buat gue tuh gak pernah ada.”

“Dan Mama juga, kenapa sampai sekarang Mama gak pernah ada kabar ke gue? Apa Mama lupa kalo dia udah ngelahirin gue?”

“Apa mereka nyesel dengan kelahiran gue?”

“Kalo gue bisa milih, gue juga gak pernah pengen lahir dari keluarga yang hancur kaya gini.” teriak Riri memukul hidung Chiko dengan keras.

Riri masih enggan menghentikan tangisan nya. Ia menangis sesenggukan seolah ia benar benar merasakan sesuatu yang sangat menyakiti dirinya.

Elusan sebuah tangan menghentikan tangisannya. Ia terbangun. Riri mengedarkan pandangannya terkejut siapa yang mengelus-elus punggungnya. Padahal ia tahu, Bi Tati sudah pergi sejak tadi.

Mungkin halusinasi, fikirnya. Ia menjadikan satu tangan Chiko menjadi bantalnya. Ia memeluk perut Chiko dengan erat.

“Chiko, andai lo bisa ngomong. Gue pasti bakal seneng.” gumam Riri.

Ia masih saja terisak pelan.

Tak lama kemudian, gadis itu tertidur. Bahkan sepatunya saja masih terlihat jelas menempel dikaki nya. Tapi diam-diam, ternyata elusan itu benar adanya. Bukan halusinasi Riri saja. 

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *