KesehatanOpini

Mengenal People Pleaser: Tanda, Risiko, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

14
×

Mengenal People Pleaser: Tanda, Risiko, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

Sebarkan artikel ini
Mengenal People Pleaser Tanda, Risiko, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental | Doc: Istimewa
Mengenal People Pleaser Tanda, Risiko, dan Dampaknya pada Kesehatan Mental | Doc: Istimewa

Sukabumihitz – Banyak orang tumbuh dengan keyakinan bahwa menjadi pribadi yang selalu membantu dan menyenangkan adalah tanda kebaikan. Namun, tanpa kita sadari, keinginan untuk selalu membuat orang lain bahagia sering berubah menjadi tekanan yang melelahkan. Di balik senyum yang terlihat ramah, seorang people pleaser menyimpan kecemasan, ketakutan, dan rasa tidak cukup yang terus menghantui.

Pada awalnya, karakter people pleaser terlihat seperti sikap baik hati dan penuh empati. Namun, kebiasaan tersebut perlahan berubah menjadi beban psikologis yang berat dan berdampak buruk terhadap kesehatan mental.

Apa Itu People Pleaser?

People pleaser merasa punya kewajiban untuk menyenangkan orang lain agar mereka merasa aman, merasa diterima, serta terhindar dari konflik. Mereka takut mengecewakan, takut mengalami penolakan, dan takut terlihat egois. Karena itu, mereka memilih mengikuti permintaan siapa pun, bahkan dengan mengorbankan waktu, tenaga, perasaan, dan kebutuhan pribadi.

Beberapa tanda seseorang terjebak dalam sikap people pleaser antara lain:

  1. Sulit berkata “tidak”
  2. Selalu mengutamakan orang lain
  3. Takut terlihat buruk jika menolak
  4. Merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan semua orang

Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, seseorang mulai kehilangan identitas diri.

Baca juga: Cara Sederhana Menenangkan Pikiran Lewat Meditasi

Bahaya yang Mengintai People Pleaser

Menjadi people pleaser membawa risiko serius. Berikut beberapa bahaya yang sering muncul:

1. Kehilangan Batasan Pribadi

Orang yang selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain cenderung menempatkan kebutuhan orang lain lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Akhirnya, mereka tidak lagi punya batas yang sehat dalam hubungan sosial, pekerjaan, maupun keluarga. Mereka terus memberi sampai kelelahan, tanpa menyisakan ruang untuk dirinya sendiri.

2. Rentan Mengalami Burnout

Ketika seseorang selalu tersedia untuk semua orang, tubuh dan pikiran terasa lelah. Mereka terus memaksakan diri agar terlihat baik, walaupun energinya sudah habis. Burnout menjadi tidak terhindarkan karena mereka jarang memberi waktu untuk istirahat.

3. Harga Diri Menurun

Orang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain cenderung menilai dirinya berdasarkan pandangan orang lain. Jika menerima komentar negatif, mereka langsung merasa tidak berharga.

4. Mudah Dimanfaatkan

Ketika seseorang selalu mengiyakan, beberapa orang akan mulai memanfaatkan kebaikannya. Akhirnya, hubungan menjadi tidak seimbang dan penuh manipulasi emosional.

5. Menekan Emosi dan Menyimpan Luka

Orang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain sering menyembunyikan perasaan demi menjaga kedamaian. Namun, emosi yang terpendam lama-kelamaan berubah menjadi rasa marah, kecewa, dan frustrasi. Pada titik tertentu, mereka bisa meledak atau mengalami masalah kesehatan mental.

Menyenangkan orang lain memang sifat yang baik, tapi ketika keinginan itu berubah menjadi tekanan yang melelahkan, penting untuk berhenti sejenak dan memikirkan diri sendiri. Menetapkan batasan, menghargai kebutuhan pribadi, dan belajar berkata “tidak” bukanlah tanda egois, melainkan langkah penting untuk menjaga kesehatan mental dan kebahagiaan sejati. Ingat, kamu tidak harus selalu membuat semua orang senang karena bahagia yang sejati dimulai dari diri sendiri.

Baca juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia: Istirahatkan Pikiran, Bangkitkan Semangat Hidup