Kedua, perempuan juga berperan sebagai pendidik digital. Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis, melainkan juga pemahaman tentang etika berinternet. Ibu dapat mengajarkan anak tentang keamanan data pribadi, etika berkomentar di media sosial, serta bahaya penyebaran informasi palsu.
Ketiga, perempuan menjadi teladan penggunaan gadget. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tuanya. Jika ibu menunjukkan pola penggunaan gadget yang seimbang, misalnya membatasi waktu layar dan lebih banyak berinteraksi secara langsung maka anak akan belajar mengelola penggunaan teknologi dengan baik.
Ayah sebagai Mitra Strategis
Peran perempuan dalam mendidik anak di era digital memang sangat strategis. Namun, keberhasilan pembentukan literasi digital keluarga tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak. Ayah, lingkungan sekitar, bahkan institusi pendidikan memiliki peran yang sama pentingnya dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat bagi anak.
Ayah memegang peranan penting sebagai pendamping sekaligus teladan dalam penggunaan teknologi. Di banyak keluarga, ayah sering dianggap sebagai figur otoritas yang dapat memberikan pengaruh kuat pada pola pikir dan perilaku anak. Ayah bisa ikut mendampingi anak saat bermain game edukatif, menjelaskan logika di balik permainan, atau membimbing anak memecahkan masalah.
Keterlibatan ayah juga mencegah kesan bahwa aturan penggunaan gadget hanya datang dari satu pihak. Aturan penggunaan gadget akan lebih efektif jika diterapkan konsisten oleh kedua orang tua, sehingga anak merasa pengawasan berlaku adil dan konsisten. Dengan sinergi antara keluarga dan lingkungan, anak akan tumbuh di ekosistem digital yang aman dan positif.
Baca Juga: Pendidikan Karakter Fondasi yang Sering Terlupakan di Tengah Persaingan Nilai
