Sukabumihitz – Zat besi adalah mineral esensial yang berperan penting dalam menjaga berbagai fungsi tubuh, terutama dalam proses pengangkutan oksigen melalui darah. Tanpa cukup zat besi, sel darah merah tidak dapat bekerja secara optimal dalam membawa oksigen ke seluruh tubuh. Akibatnya, berbagai sistem tubuh bisa terganggu karena pasokan oksigen ke sel-sel menjadi tidak memadai. Kondisi ini dapat berdampak pada energi, konsentrasi, hingga daya tahan tubuh secara keseluruhan.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami kekurangan zat besi, menjadikannya salah satu masalah gizi paling umum secara global. Kekurangan ini bisa menimbulkan berbagai gejala dan dampak kesehatan yang serius jika tidak ditangani dengan tepat. Berbagai tanda fisik dan gejala bisa menunjukkan bahwa tubuh sedang
kekurangan zat besi. Kenali siapa yang rentan dan cara mencegah serta menangani kondisi ini sejak dini.
Baca juga : Sariawan Datang Tiba-Tiba? Yuk, Cari Tahu Penyebab dan Penanganannya!
Tanda-Tanda Kekurangan Zat Besi
1. Kelelahan yang Tidak Wajar
Kelelahan kronis adalah gejala paling umum akibat rendahnya kadar hemoglobin, yang mengurangi suplai oksigen ke jaringan tubuh. Bahkan setelah istirahat cukup, pasien sering kali masih merasa lelah. Hal ini menunjukkan bahwa kelelahan tidak semata disebabkan kurang tidur, melainkan karena rendahnya kadar hemoglobin.
2. Pucat pada Kulit dan Selaput Lendir
Hemoglobin memberi warna merah pada darah. Namun, ketika kadarnya rendah, kulit, bibir, gusi, atau kelopak mata bagian dalam akan terlihat pucat. Hal ini terjadi karena hemoglobin berperan dalam mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, tampilan pucat menjadi salah satu tanda adanya kekurangan hemoglobin. Dengan demikian, penting untuk mengenali gejala ini sebagai langkah awal deteksi masalah kesehatan.
3. Sesak Napas dan Palpitasi
Jantung bekerja lebih keras untuk mengompensasi kurangnya oksigen, menyebabkan:
• Sesak napas saat beraktivitas ringan.
• Detak jantung tidak teratur (palpitasi).
4. Sindrom Kaki Gelisah (Restless Legs Syndrome/RLS)
Penelitian dalam Sleep Medicine (2018) mengaitkan RLS dengan kadar feritin (cadangan) yang rendah.
5. Rambut Rontok dan Kuku Rapuh
Kekurangan zat besi mengganggu pertumbuhan sel, termasuk folikel rambut dan kuku, menyebabkan:
• Rambut menipis.
• Kuku berbentuk seperti sendok (koilonychia).
Faktor Risiko
Kelompok yang rentan mengalami defisiensi besi:
• Wanita: Karena menstruasi berat atau kehamilan.
• Anak-anak dan remaja: Masa pertumbuhan membutuhkan asupan zat besi lebih tinggi.
• Vegetarian/Vegan: Zat besi dari tumbuhan (non-heme) lebih sulit diserap.
• Penderita gangguan pencernaan: Seperti penyakit celiac atau gastritis.
Diagnosis dan Penanganan Pemeriksaan Medis
• Tes darah: Mengukur kadar hemoglobin, feritin, dan saturasi transferin.
• Kriteria WHO: Hemoglobin <12 g/dL (wanita) atau <13 g/dL (pria) mengindikasikan anemia.
Solusi
1. Suplemen Zat Besi
–  Dokter mungkin meresepkan suplemen ferrous sulfate/fumarate.
–  Konsumsi dengan vitamin C untuk meningkatkan penyerapan.
2. Diet Kaya Zat Besi
– Sumber heme (lebih mudah diserap): Daging merah, hati, ikan.
– Sumber non-heme: Bayam, kacang lentil, tofu.
3. Hindari Penghambat Penyerapan
Kopi, teh, atau kalsium sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan dengan makanan kaya zat besi.
Gejala Makin Parah?
Segera konsultasi ke dokter jika gejala memburuk atau muncul perdarahan, seperti feses hitam atau haid berlebihan. Sebab itu, kekurangan zat besi bukan hanya kelelahan biasa, melainkan kondisi serius yang bisa mengganggu fungsi tubuh. Lebih dari itu, jika tidak ditangani dengan baik, dampaknya bisa meluas dan menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, deteksi dini menjadi langkah krusial. Dengan demikian, mengenali gejala khas dan melakukan pemeriksaan laboratorium secara tepat waktu sangat penting, agar kamu dapat mencegah komplikasi serius, seperti gangguan jantung atau hambatan perkembangan kognitif. Terlebih lagi, hal ini sangat penting, terutama pada anak-anak, yang memang lebih rentan terhadap efek jangka panjang.














