BeritaOpini

Pencegahan Korupsi dalam Perspektif Syariah

127
×

Pencegahan Korupsi dalam Perspektif Syariah

Sebarkan artikel ini
Korupsi
Ilustrasi Keseimbangan antara hukum dan keadilan | Sumber: Freepik.com

Sukabumihitz – Korupsi menjadi tantangan serius dalam pembangunan masyarakat dan pemerintahan di berbagai negara. Fenomena ini tidak hanya merugikan dari segi ekonomi, tetapi juga membahayakan integritas moral dan keadilan sosial. Dalam upaya mencari solusi yang holistik dan berbasis nilai-nilai moral, perspektif Syariah menjadi landasan yang relevan dan berpotensi memberikan kontribusi signifikan dalam pencegahan korupsi.

Prinsip-prinsip Syariah yang mencakup aspek etika, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Hal itu, menjadi pijakan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dari perilaku koruptif. Di tengah kompleksitas tantangan global dan kompleksitas tuntutan masyarakat modern, memahami bagaimana prinsip-prinsip Syariah dapat diaplikasikan sebagai strategi pencegahan korupsi menjadi krusial.

Integrasi prinsip-prinsip Syariah dalam strategi pencegahan korupsi menawarkan pendekatan yang holistik dan berbasis nilai-nilai moral Islam.

Pertama, aspek etika dalam Syariah memandang korupsi sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan. Dengan memanfaatkan nilai-nilai moral tersebut, dapat membangun kesadaran kolektif dalam masyarakat untuk menolak dan melawan perilaku koruptif.

Kedua, prinsip transparansi dalam Syariah memberikan landasan bagi pemerintahan yang terbuka dan akuntabel. Dengan mengaplikasikan prinsip ini, dapat terciptanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi pada berbagai tingkatan pemerintahan.

integrasi nilai-nilai moral Syariah dapat meningkatkan moralitas individu, termasuk para pemimpin pemerintahan. Dengan memfokuskan pada prinsip kejujuran, amanah, dan keadilan, diharapkan perilaku koruptif dapat diminimalkan, sehingga menciptakan lingkungan sosial dan politik yang lebih bersih.

Upaya untuk mendidik dan memberdayakan masyarakat tentang prinsip-prinsip Syariah dapat menjadi instrumen kunci dalam pencegahan korupsi. Dengan demikian, integrasi prinsip-prinsip Syariah dalam upaya pencegahan korupsi bukan hanya memperkuat akuntabilitas dan transparansi, tetapi juga membentuk landasan moral yang kokoh untuk membangun masyarakat dan pemerintahan yang bersih dan adil.

Dalam perspektif syariah, upaya pencegahan korupsi bisa dilakukan dengan :

Sistem penggajian yang layak

Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan (ghalin)”.

Larangan menerima suap (risywah) dan hadiah

Hadiah dan suap yang seseorang berikan kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu. Karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah. Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad).

Nabi sebagaimana tersebut dari hadis riwayat Bukhari mengecam keras Ibnul Atabiyah lantaran menerima hadiah dari para wajib zakat dari kalangan Bani Sulaym. Sehingga, suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah.

Perhitungan kekayaan

Semasa menjadi khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan tersebut itu ia dapatkan dengan cara yang halal. Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu separuh untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara.

Cara inilah yang sekarang terkenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang. Tapi anehnya para anggota DPR menentang untuk memasukkan cara ini dalam perundang-undangan. Pembuktian material di depan pengadilan oleh jaksa yang selama ini lazim dilakukan terbukti selalu gagal mengungkap tindak korupsi. Karena mana ada koruptor meninggalkan jejak, misalnya bukti transfer, kuitansi, cek atau lainnya?

Keteladanan Pemimpin

Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh Amanah. Dengan takwa pula, ia takut melakukan penyimpangan, karena meski bisa melakukan kolusi untuk menutup kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya. Dari sinilah perlu keteladanan dari para pemimpin itu.

Hukum setimpal

Pada galibnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor bisa membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi.

Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan). Selain itu juga, penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.

Pengawasan masyarakat

Masyarakat dapat berperan menyu burkan atau menghilangkan korupsi. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, khalifah Umar pada awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”.

Tampak dengan jelas bahwa Islam melalui syariatnya telah memberikan jalan yang sangat gamblang dalam pemberantasan korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih. Di sinilah pentingnya seruan penegakan syariat Islam.

Adapun beberapa hal yang harus diterapkan pada masyarakat maupun pemerintah dalam perspektif syariah, guna mencegah terjadinya korupsi pada suatu negara. Diantaranya:

  1. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
  2. Menerapkan Prinsip-Prinsip Hukum Islam yaitu prinsip keadilan, prinsip amanah dan prinsip transparasi.
  3. Menerapkan Sanksi Hukum yang Tegas

Jadi, integrasi prinsip-prinsip Syariah dalam strategi pencegahan korupsi memberikan kontribusi positif dalam pemerintahan yang adil. Prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan transparansi yang terkandung dalam Syariah tidak hanya memberikan landasan moral, tetapi juga menjadi instrumen efektif dalam mengatasi akar penyebab korupsi.

Dengan demikian, langkah-langkah pencegahan korupsi yang berbasis pada Syariah bukan hanya memberikan solusi konkret, tetapi juga menciptakan fondasi yang kokoh untuk membangun masyarakat yang adil, transparan, dan berintegritas. Implikasi temuan ini dapat menjadi acuan bagi pembuat kebijakan, pemerintah, dan masyarakat dalam menghadapi tantangan pencegahan korupsi dengan perspektif yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam.

Baca juga: Indonesia Bersama SGIE dalam Ekonomi Syariah di Tahun 2024

Referensi :