Sukabumihitz – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus baru dalam dugaan korupsi haji 2024. Para penyelenggara membuat jadwal cicilan sangat mepet, hanya lima hari sebelum batas akhir pembayaran. Akibatnya, banyak calon jemaah gagal melunasi biaya perjalanan. Kursi kosong itu kemudian mereka jual kepada pihak lain yang ingin berangkat tanpa menunggu antrean panjang.
KPK menjelaskan, trik cicilan mepet memberi peluang keuntungan bagi pihak tertentu. Calon jemaah yang sudah membayar sebagian tidak bisa melanjutkan, sedangkan pembeli baru langsung mengambil alih kursi dengan biaya penuh. Cara ini merugikan jemaah reguler yang sudah menunggu bertahun-tahun untuk berangkat.
Baca juga: Pemkab Sukabumi Copot Kepala DLH Usai Jadi Tersangka Korupsi Truk Sampah, Kerugian Negara Capai Rp 877 Juta
Dugaan Aliran Dana
Melansir dari republika KPK juga menelusuri dugaan aliran dana ke Kementerian Agama dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak pergerakan uang dalam kasus ini.
PBNU langsung membantah tuduhan tersebut. Anggota A’wan PBNU, KH Abdul Muhaimin, menegaskan bahwa organisasi tidak pernah menerima dana dari praktik korupsi kuota haji. “Kami sudah mengecek ke bendahara, tidak ada transaksi semacam itu. Kalau ada, itu murni ulah oknum, bukan institusi PBNU,” ujarnya.
Desakan Penetapan Tersangka
Sejumlah pihak meminta KPK segera menetapkan tersangka. Mereka menilai langkah tegas akan mencegah kesan bahwa organisasi besar atau lembaga negara terseret tanpa bukti jelas.
KPK memastikan masih mengumpulkan data tambahan. Lembaga antirasuah itu berjanji mengumumkan nama tersangka setelah memiliki bukti yang kuat.
Kasus ini membuat publik kembali mempertanyakan transparansi penyelenggaraan haji di Indonesia. Dengan antrean yang bisa mencapai puluhan tahun, masyarakat menilai praktik jual-beli kuota dan manipulasi cicilan semakin menyulitkan calon jemaah.
Pengamat kebijakan publik mendorong Kementerian Agama memperbaiki sistem pembayaran dan memperketat pengawasan. Mereka menekankan, keterbukaan informasi menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan ibadah haji.








