Sukabumihitz – Polisi menangkap lima penjudi online yang berhasil mengantongi keuntungan hingga Rp50 juta dari situs judi daring. Kelompok ini menjalankan strategi khusus yang sukses membuat bandar merugi. Pihak bandar yang merasa rugi, melaporkan aktivitas para pemain itu melalui jalur tak langsung.
Tim Siber Ditreskrimsus Polda DIY meringkus para pelaku di sebuah kontrakan di kawasan Banguntapan, Bantul. Kelimanya berasal dari Bantul, Magelang, dan Kebumen. Mereka berinisial RDS (32), EN (31), DA (22), NF (25), dan PA (24).
Eksploitasi Sistem Bonus Bikin Bandar Kalang Kabut
AKBP Slamet Riyanto menjelaskan bahwa para pelaku memanfaatkan promosi akun baru seperti cashback dan bonus pendaftaran. Mereka membuat lebih dari 40 akun berbeda dan memutarnya secara rutin agar terus meraup untung dari sistem.
“Mereka mengatur strategi dengan rapi. Setiap akun dimainkan bergiliran supaya tetap mendapatkan bonus maksimal,” ujar Slamet dalam konferensi pers, Selasa (6/8/2025).
Aktivitas ini berhasil menghasilkan puluhan juta rupiah setiap bulan. Pihak bandar, yang merasa dirugikan, memilih melaporkan pola permainan tersebut lewat jalur tidak langsung. Polisi lalu menelusuri jejak digital dan akhirnya menangkap kelompok ini.
Baca Juga: Tabungan Lebaran Raib di Sukabumi, Polisi Selidiki Penggelapan Dana Tahara Rp1 Miliar
Netizen Protes: Polisi Tangkap Pemain, Bukan Bandarnya
Kasus ini menuai reaksi keras di media sosial. Banyak warganet mempertanyakan keputusan hukum yang justru menjerat pemain, bukan bandar judi online.
Musisi Kunto Aji turut menyuarakan kegelisahannya lewat Threads. Ia menulis, “Yang dirugikan bandarnya, lalu siapa yang lapor?” Komentarnya langsung menyulut ribuan tanggapan. Sebagian netizen bahkan menganggap pemberitaan ini malah memperlihatkan celah untuk menang besar di situs judol.
“Kayak diiklanin, malah bikin penasaran gimana caranya bisa menang sampai segitu,” tulis pengguna @pikirjernih.
Pakar keamanan digital dari UGM, Rafi Setiawan, menilai kasus ini menunjukkan betapa lemah regulasi dan pengawasan terhadap situs judi online. Ia menyoroti bahwa banyak operator sengaja menjalankan layanan dari luar negeri untuk menghindari jeratan hukum di Indonesia.
“Pola permainan seperti ini muncul karena operator memanfaatkan server luar negeri. Namun, penegak hukum seharusnya memprioritaskan pengejaran terhadap bandar, bukan justru mengejar pemain,” ujar Rafi.
Ia juga menegaskan bahwa meskipun menang, pemain tetap melanggar hukum karena judi online termasuk tindak pidana.
Data dari PPATK mencatat bahwa pada 2024, perputaran uang dari judi online mencapai Rp327 triliun. Meski begitu, aparat hukum baru bisa menyita sebagian kecil dari total transaksi yang terjadi.
Contohnya, Bareskrim Polri hanya mampu mengamankan dana sebesar Rp61 miliar hasil judi online, meski telah bekerja sama dengan PPATK untuk melacak ribuan rekening terafiliasi.