Sukabumihitz – Puisi adalah bahasa hati, cara untuk mengungkapkan rasa yang sering kali sulit terucap. Dalam bait-baitnya, tersimpan penghormatan, cinta, dan refleksi diri.
“Kering Kulit Ayah” merayakan pengorbanan seorang ayah yang tak pernah lelah mencintai, meski dalam diam. Sementara “Gema Kata, Cermin Diri” mengingatkan kita bahwa kata-kata adalah pantulan jujur dari jiwa.
Dua puisi ini mengajak kita merenungi cinta yang tak terlihat, dan bagaimana setiap kata yang diucapkan mencerminkan siapa diri kita. Sebuah pengingat bahwa cinta dan keikhlasan selalu layak dirayakan.
1. Kering Kulit Ayah
Karya Muhammad Ilham
Di setiap perjuangannya menafkahi keluarga,
kulit ayah mengering, keriput seperti kulit kelapa tua.
Peluhnya menjelma tetesan bening,
mengalir ke alur nasib yang penuh liku.
Tangannya kasar, bergaris cerita.
Setiap garisnya bercerita tentang bakul yang dibawanya,
dan tentang mimpi yang diangkat meski terik dan angin sering mencuri.
Di balik kering kulit ayah,
ada hujan yang diam-diam turun di dadanya.
Rindu yang tak terucap,
pada anak-anak yang menunggu di rumah.
Ayah, kulitmu kering, tapi jiwamu basah,
oleh cinta yang tak pernah habis,
dan pengorbanan yang tak meminta kembali.
Ayah, perjuanganmu tak pantas diremehkan,
keringatmu adalah harga yang tak ternilai,
lelahmu adalah pelajaran kehidupan.
Ayah, namamu adalah puisi perjuangan, siapa yang berani mencela,
telah lupa bagaimana rasa cinta itu berdiri.
Kulitmu mungkin kering, tapi hatimu basah,
oleh keikhlasan dan perjuangan yang abadi.
Baca juga: Juara Lomba Baca Puisi Sunda di ASMILA X PASUNDAN
2. Gema Kata, Cermin Diri
Karya Muhammad Ilham
Perkataan itu cermin,
memantulkan hakikat diri yang tersembunyi.
Perkataan adalah gambaran isi hati,
jernih atau keruh, lembut atau kasar.
Ada kata yang menenangkan,
seperti angin bertiup membelai dedaunan.
Ada juga yang melukai,
Bak duri tak terlihat menancap kaki.
Kata yang indah lahir dari hati yang jernih,
Yang mengalirkan mata air kedamaian tiada henti.
Kata yang kotor menumpahkan luka,
Yang menyisakan jejak yang sukar sirna.
Bijaklah dalam berkata,
setiap perkataan adalah benih,
bisa menumbuhkan bunga yang harum,
atau menjelma duri yang menusuk.
Jadikan lidah sebagai juru damai,
perkataan akan menggemakan namamu,
semesta tak rela atas cemoohan,
sebab dunia penuh gema akan kata.
Setiap perkataan akan kembali padamu,
menggemakan siapa dirimu sebenarnya.
Penulis: Muhammad Ilham
Mahasiswa STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau