Sukabumihitz – Pertumbuhan industri kopi di Indonesia dan dunia mendorong peluang besar sekaligus tantangan lingkungan serius bagi pelaku usaha. Menurut dokumen resmi International Coffee Organization (ICO), konsumsi global kopi naik 0,3% pada 2019–2020 menjadi sekitar 168,4 juta kantong berukuran 60 kg. Konsumsi yang meningkat seiring gaya hidup urban ini mendorong tumbuhnya banyak kedai kopi di kota-kota besar Indonesia.
Di sisi lain, lonjakan jumlah gerai kopi berdampak pada penggunaan kemasan sekali pakai yang sulit terurai. Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang limbah plastik besar di Asia Tenggara. Lembaga multinasional memproyeksikan bahwa pada 2050 massa plastik di laut bisa melampaui massa ikan jika tren sampah plastik terus meningkat.
Dalam konteks ini, studi terbaru berjudul “Dampak Green Supply Chain dan Green Product Melalui Green Consumer terhadap Pembelian Kopi” terbit di Jurnal Swabumi Vol. 13 No. 2 (September 2025) memberikan insight penting bagi pelaku UMKM kedai kopi di Indonesia.
Temuan utama
Penelitian yang melibatkan 118 responden di Kota Sukabumi menunjukkan:
Penerapan konsep rantai pasok hijau (Green Supply Chain Management atau GSCM) dan fitur produk hijau (Green Product Features atau GPF) tidak memiliki pengaruh langsung signifikan terhadap keputusan pembelian.
Namun GSCM dan GPF terbukti secara signifikan membentuk sikap konsumen sebagai “Green Consumer” (kepedulian terhadap lingkungan). Hanya konsumen yang memiliki tingkat kesadaran lingkungan tinggi yang kemudian termotivasi melakukan pembelian produk kopi dari kedai yang menerapkan strategi hijau.
Mekanisme ini menegaskan peran penting Green Consumer sebagai mediator utama yang menentukan keberhasilan strategi hijau dalam meningkatkan penjualan kopi.
Baca juga: Tanamkan Semangat Pancasila, Mahasiswa UBSI Ajak Siswa SMPN 10 Sukabumi Berpikir Ilmiah dan Beretika
Implikasi bagi UMKM kedai kopi
Berdasarkan temuan riset ini, beberapa rekomendasi praktis muncul:
Kedai kopi sebaiknya memprioritaskan komunikasi nilai keberlanjutan kepada konsumen. Misalnya: menjelaskan bagaimana kemasan dibuat daur ulang, bagaimana limbah dikelola, atau bagaimana bahan baku diperoleh secara berkelanjutan.
Kedai perlu mengadopsi kemasan berbasis sirkularitas dan menginformasikannya dengan jelas kepada pelanggan.
Transparansi operasional menjadi kunci. Kedai perlu mempublikasikan laporan pengelolaan limbah dan sertifikasi hijau agar konsumen lebih percaya.
Segmentasi pasar: riset ini menemukan mayoritas responden adalah usia 20–35 tahun dan berpendidikan tinggi, yang menunjukkan bahwa kelompok generasi muda dengan latar pendidikan relatif tinggi ini lebih responsif terhadap strategi keberlanjutan.
Perspektif nasional dan akhir
Meningkatnya kemasan sekali pakai mendorong UMKM kopi menerapkan strategi keberlanjutan sebagai model bisnis penting jangka panjang. Studi Jurnal Swabumi menegaskan, investasi rantai pasok dan produk hijau berhasil jika disertai edukasi serta komunikasi kesadaran konsumen.
Bagi pelaku UMKM kopi, kunci sukses ada pada dua elemen: melakukan praktik hijau serta mengajak konsumen peduli terhadap keberlanjutan. Sebaliknya, jika kedai hanya mengganti kemasan tanpa mengajak konsumen memahami dan mendukung, hasilnya berpotensi terbatas.














