Sukabumihitz – Kehadiran Artificial Intelligence (AI) membawa revolusi besar dalam dunia pendidikan. Mahasiswa kini dapat menyelesaikan tugas lebih cepat, mencari referensi lebih mudah, bahkan menghasilkan tulisan hanya dengan bantuan satu klik.
Penggunaan AI secara berlebihan mulai menciptakan budaya akademik instan. Banyak mahasiswa lebih memilih memanfaatkan AI sebagai jalan pintas daripada berproses dengan pemikiran sendiri. Apakah mahasiswa benar-benar belajar atau hanya sekadar menyelesaikan?
Mahasiswa menjalani proses akademik dengan membiasakan diri berpikir kritis, menyusun argumen, dan menemukan solusi melalui pemahaman mendalam. Kini, cukup dengan mengetik perintah ke dalam sistem AI, jawaban langsung tersedia tanpa perlu analisis.
Kebiasaan ini mengikis kemampuan berpikir mandiri karena mahasiswa tidak lagi melewati tahap bertanya, menelusuri informasi, hingga menyimpulkan sendiri. Padahal, proses tersebut merupakan inti dari pembelajaran sejati. Saat mesin mengambil alih proses berpikir, mahasiswa kehilangan peluang penting untuk melatih logika, menggali kreativitas, dan memahami konteks secara utuh.
Baca Juga: Jangan Asal Terhubung! Risiko Menggunakan WiFi Publik
Karya Mahasiswa Kehilangan Sentuhan Orisinal
AI memang mampu menghasilkan tulisan dengan struktur rapi dan gaya bahasa akademik yang meyakinkan. Meski demikian, teknologi ini tidak dapat menggantikan pengalaman pribadi, sudut pandang unik, serta pemikiran orisinal yang menjadi karakter penting dalam karya mahasiswa.
Saat mahasiswa menyerahkan semua tugas pada sistem otomatis, kualitas tulisan menjadi seragam dan kehilangan identitas. Institusi pendidikan pun semakin sulit membedakan antara karya otentik dan hasil instruksi mesin. Jika dibiarkan tanpa kendali, budaya menulis yang mengutamakan kreativitas perlahan akan menghilang.
Ketergantungan Teknologi
Penggunaan AI tanpa batas mendorong ketergantungan jangka panjang. Banyak mahasiswa kini lebih memilih bergantung pada alat bantu daripada melatih kemampuan mereka sendiri. Dampaknya baru terasa saat memasuki dunia kerja, di mana kemampuan berpikir cepat, membuat keputusan mandiri, dan menyelesaikan masalah nyata menjadi tuntutan utama.
Jika tidak dibiasakan untuk mandiri sejak di bangku kuliah, lulusan akan kesulitan bersaing di dunia profesional yang justru menekankan kecakapan manusia yang tak tergantikan oleh mesin.
Mengembalikan Makna Belajar
Penggunaan AI seharusnya dimaknai sebagai pendukung pembelajaran, bukan sebagai jalan pintas. Mahasiswa perlu memahami bahwa inti dari pendidikan bukan hanya pada hasil akhir, tetapi pada perjalanan berpikir yang membentuk kemampuan sebagai pemecah masalah dan pencipta gagasan.
Jika tidak dikendalikan, penggunaan AI bukan hanya menurunkan kualitas tugas, tetapi juga menggerus intelektualitas dari dalam. Mahasiswa yang tidak hanya mampu mencari jawaban, tetapi juga memahami cara berpikir, akan menjadi penentu masa depan pendidikan.
Baca Juga: Tugas dan Kerjaanmu Berantakan? Kuasai Skill Ini Biar Hidupmu Nggak Tambah Pusing!