Sukabumihitz – Generasi Strawberry sering kali mendapat cap negatif: mudah menyerah, terlalu sensitif, dan kurang tahan tekanan. Sekilas mereka memang terlihat kuat dan percaya diri, namun banyak yang tak menyadari bahwa di balik itu semua, mereka sedang berjuang memahami diri di tengah dunia yang serba cepat dan menuntut.
Alih-alih terus menyudutkan, kini saatnya melihat mereka dari sudut pandang yang lebih bijak. Bukan sebagai generasi yang lemah, tetapi sebagai kelompok muda yang tumbuh di era penuh perubahan sosial, teknologi, dan ekspektasi tinggi.
Memahami Lebih Dalam: Siapa Sebenarnya Generasi Strawberry?
Istilah Generasi Strawberry pertama kali muncul di Taiwan pada awal tahun 2000-an, lalu menyebar hingga ke Indonesia. Mereka sering dianggap rapuh karena tumbuh dalam lingkungan yang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Namun di balik label “manja”, mereka menyimpan banyak potensi.
Gen Z, yang masuk dalam kategori ini, tumbuh dengan paparan teknologi sejak dini. Mereka cepat belajar, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan memiliki kepedulian tinggi terhadap isu-isu sosial. Masalahnya, mereka butuh cara pendekatan yang berbeda agar potensi tersebut bisa berkembang maksimal.
Mengapa Mereka Terlihat Acuh?
Sikap yang tampak dingin atau tidak peduli sering kali disalahartikan. Padahal, banyak dari mereka justru sedang mencari arah hidup dan jati diri. Persaingan yang ketat di sekolah, tekanan dari media sosial, hingga ekspektasi orang tua yang tinggi membuat mereka sering merasa lelah secara mental.
Oleh karena itu, daripada terus mengkritik, lebih baik refleksi dan mulai bertanya: apakah cara mendidik kita selama ini masih cocok dengan kebutuhan mereka?
