Sukabumihitz – Fenomena sosial sering kali begitu rumit dan berlapis, sehingga sulit untuk diungkapkan melalui narasi biasa. Kata-kata terasa hampa, data statistik terasa dingin, dan berita di media terlalu sering menyederhanakan realitas. Namun, puisi memiliki kekuatan unik untuk menangkap nuansa-nuansa tersebut. Tentang perasaan yang tak terucapkan, kepedihan yang tersembunyi, dan protes yang bisu.
Puisi-puisi karya Muhammad Ilham ini secara blak-blakan menyoroti bagaimana suara rakyat tak jarang tumpul di hadapan gedung-gedung megah dan bagaimana kemanusiaan sering kali terluka oleh sistem yang seharusnya melindunginya. Bersiaplah, karena setiap baitnya akan membawamu pada refleksi yang mendalam tentang kondisi sosial dan politik di sekitar kita.
1. Wajah Kekerasan yang Tampak Malu
Seorang kurir pengantar nasi tumpah di aspal,
tertindas roda mobil tak berhak—
tubuhnya roboh oleh negara yang menertibkan suara, bukan rakyatnya.
Polisi meminta maaf dengan kata—
tubuh masih bertaut pada nyawa yang ditinggalkan.
Di antara barikade dan peluru gas,
terukir: luka kemanusiaan tak harus menyerah.
2. Suara Tumpul di Ujung Jalan Setapak
Kami berjalan dalam protes, darah muda menguap di trotoar,di depan parlemen, siswa tercekik gas air mata—
bukan wajah orang tua, tapi wajah masa depan yang terluka.
Wakil rakyat menyembunyikan rekam jejakitis mereka di dalam amplop rumah senilai 50 juta rupiah,
sementara upah minimum menjual harga hidup.
Suara kami redup oleh ironi:
Bangunan megah, fasilitas tak terbeli,
aspirasi hanya riak kosong di hari yang karam.
Baca Juga: Puisi Karya Selvira Riadati Aisyah: Kau yang Pernah Bersandar