Sukabumihitz – Soekarno memandang pendidikan sebagai senjata utama untuk menumbuhkan cinta tanah air. Ia menekankan bahwa bangsa Indonesia harus berdiri tegak di atas kaki sendiri tanpa kehilangan jati diri di tengah arus global. Menurutnya, sekolah tidak hanya tempat mengasah logika, tetapi juga ruang untuk menanamkan ideologi kebangsaan. Oleh karena itu, kurikulum pada masa awal kemerdekaan berfokus pada pembentukan karakter dan rasa kebersamaan.
Generasi Z dan Tantangan Pendidikan Modern
Generasi Z tumbuh dalam era yang sangat berbeda, di mana internet, media sosial, dan budaya global sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kondisi ini menimbulkan tantangan baru bagi nilai-nilai nasionalisme. Anak muda sering kali lebih familiar dengan budaya populer internasional daripada warisan budaya lokal. Namun, perubahan ini juga menghadirkan peluang. Dengan akses informasi yang luas, Generasi Z dapat mempelajari sejarah bangsa sekaligus membandingkannya dengan dinamika dunia.
Baca Juga : Pendidikan Sebagai Senjata Terkuat: Warisan Kemerdekaan untuk Generasi Muda
Revitalisasi Nasionalisme di Era Digital
Pendidikan modern harus adaptif agar tetap relevan bagi Generasi Z. Guru, dosen, dan lembaga pendidikan dapat memanfaatkan teknologi dalam proses belajar. Misalnya, pembelajaran sejarah bisa disajikan melalui video interaktif, podcast, atau konten kreatif di media sosial. Dengan cara ini, nilai nasionalisme tidak diajarkan secara kaku, tetapi disampaikan melalui medium yang dekat dengan keseharian anak muda.
Selain itu, pendidikan juga harus mendorong kolaborasi lintas budaya. Generasi muda perlu memahami bahwa mencintai bangsa tidak berarti menutup diri dari dunia luar. Dengan membuka ruang dialog, mereka bisa memperkuat identitas nasional sekaligus bersaing di tingkat global.
Menghubungkan Masa Lalu dan Masa Depan
Perjalanan dari gagasan Soekarno hingga tantangan Generasi Z menunjukkan satu benang merah nasionalisme tetap relevan, meski cara menyampaikannya berubah. Dahulu, semangat kebangsaan hadir melalui pidato, buku, dan ruang kelas konvensional. Kini, nasionalisme bisa hidup melalui konten digital, gerakan sosial, hingga inovasi kreatif.
Pendidikan dan nasionalisme saling berkaitan dalam membangun masa depan bangsa. Soekarno meletakkan fondasi semangat kebangsaan melalui pendidikan, sementara Generasi Z bertugas memperbaruinya agar tetap hidup di era digital. Dengan pendekatan kreatif dan pemanfaatan teknologi, nasionalisme dapat tumbuh segar tanpa kehilangan akar sejarahnya.