Sukabumihitz – Menjelang HUT ke-80 RI, publik ramai membicarakan fenomena unik. Bendera bajak laut dari anime One Piece terlihat berkibar di banyak tempat. Beberapa warga menggantungkannya di depan rumah. Ada juga yang membawanya saat aksi damai.
Simbol tengkorak dengan topi jerami itu dikenal sebagai lambang kelompok Straw Hat Pirates. Meski berasal dari cerita fiksi, banyak orang mengaitkannya dengan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.
“Kami memakai simbol ini bukan karena anime. Tapi karena kami kecewa dengan kondisi negara,” kata Rafi (21), mahasiswa Jakarta.
Bentuk Kritik atau Pelanggaran?
Bendera One Piece tak hanya muncul di media sosial, tapi juga di jalan-jalan kota. Banyak netizen mendukung aksi ini sebagai bentuk kritik damai. Namun, sebagian tokoh menilai tindakan ini berlebihan.
Pemerintah pun merespons. Kementerian Dalam Negeri menegaskan bahwa pengibaran bendera non-negara bisa melanggar hukum.
“Masyarakat hanya boleh mengibarkan Merah Putih pada momen resmi negara,” ujar Dirjen Politik Kemendagri, Andi Rahman.
Aturan ini mengacu pada UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera dan Lambang Negara. Pemerintah menyebut pengibaran simbol lain, apalagi sejajar dengan Merah Putih, bisa menurunkan wibawa negara.
Baca juga: Logo HUT ke-80 RI Resmi Diluncurkan, Presiden Tegaskan Semangat Persatuan dan Visi Bangsa
Para pendukung aksi menyebut bendera Jolly Roger sebagai lambang kebebasan. Mereka melihat tokoh Luffy sebagai simbol rakyat kecil yang berani melawan kekuasaan yang menindas.
Pengamat budaya dari UGM, Dr. Maya Suryani, menyebut tren ini sebagai ekspresi sosial. Ia menilai generasi muda menggunakan media visual untuk menyampaikan aspirasi.
“Simbol ini bukan tentang Jepang atau bajak laut. Ini ekspresi frustasi anak muda,” ujarnya.
Tren ini membuka peluang baru. Banyak toko online menerima lonjakan pesanan bendera One Piece sejak akhir Juli. Penjual menjualnya mulai dari Rp15.000 per lembar.
“Biasanya sehari cuma laku 5. Sekarang bisa 50,” kata Arman, penjual aksesoris anime.
Aparat Lakukan Pendekatan
Menjelang 17 Agustus, aparat mulai menyisir wilayah yang mengibarkan bendera selain Merah Putih. Mereka melakukan pendekatan persuasif. Pemerintah meminta masyarakat tetap menghormati simbol negara.
Meski begitu, pengibaran bendera ini mengingatkan bahwa masih banyak suara yang belum tersampaikan lewat saluran resmi. Di tengah euforia kemerdekaan, sebagian rakyat merasa belum sepenuhnya merdeka.