Sukabumihitz – Di tengah derasnya perkembangan teknologi, masyarakat sering melabeli mahasiswa sebagai generasi paling melek digital. Mereka menggunakan gawai hampir di setiap aktivitas, mulai dari mencari referensi di internet, mengikuti kelas daring, hingga berjejaring lewat media sosial. Namun, kemudahan ini justru menciptakan ilusi. Mahasiswa memang bisa mengoperasikan perangkat, tetapi hal itu tidak otomatis menunjukkan bahwa mereka memiliki literasi digital yang baik. Kondisi inilah yang menandai munculnya krisis literasi digital di kalangan mahasiswa.
Ilusi Mahir Teknologi
Banyak mahasiswa merasa sudah mahir hanya karena aktif di media sosial atau lancar mengakses berbagai aplikasi. Padahal, literasi digital menuntut keterampilan yang lebih luas, seperti memilah informasi, menilai keabsahan sumber, memahami konteks, dan menggunakan teknologi secara etis. Sayangnya, sebagian besar mahasiswa masih memilih jalan pintas, misalnya menyalin informasi tanpa verifikasi atau melakukan plagiarisme. Kebiasaan ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merusak budaya akademik yang seharusnya menjunjung kejujuran dan orisinalitas.
Baca juga: Technical Artificial Intelligence dan Perannya dalam Mengubah Dunia Modern
Keterbatasan pemahaman tersebut membuat mahasiswa mudah mempercayai informasi menyesatkan, bahkan ikut menyebarkan hoaks tanpa sadar. Situasi ini membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis di dunia digital tidak muncul begitu saja, melainkan harus mereka bangun melalui pembiasaan dan pendidikan.
Dampak Akademik dan Sosial
Krisis literasi digital memengaruhi kualitas akademik mahasiswa. Banyak yang mengerjakan tugas hanya sebagai formalitas, bukan untuk melatih analisis, sehingga berisiko kehilangan kemampuan berpikir kritis dan kesulitan menghasilkan karya ilmiah bermutu.
Selain itu, dampak sosial juga terlihat ketika mahasiswa menggunakan media sosial tanpa etika, bahkan sampai menyebarkan ujaran kebencian. Padahal, mereka seharusnya berperan sebagai agen perubahan. Literasi digital yang kuat dapat membantu mahasiswa membangun citra positif di ruang publik dan memberi kontribusi nyata bagi masyarakat.
Karena itu, kampus dan mahasiswa perlu menjadikan literasi digital sebagai keterampilan dasar. Dengan membiasakan diri berpikir kritis, berkomunikasi etis, dan mengelola informasi secara bijak, teknologi bisa berfungsi lebih dari sekadar hiburan: ia menjadi sarana pengembangan diri, peningkatan akademik, dan bekal karier di masa depan.