Sukabumihitz – Kepolisian mengungkap jaringan besar di balik pembunuhan Kepala Cabang (Kacab) bank BUMN, Ilham Pradipta (37). Hasil investigasi menunjukkan, kejahatan ini terhubung dengan sindikat pembobol rekening dormant senilai Rp 204 miliar yang melibatkan oknum internal maupun eksternal bank.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menetapkan C alias K (41) dan DH (39) sebagai otak penculikan serta pembunuhan Ilham.
Brigjen Helfi Assegaf menjelaskan bahwa C mengendalikan seluruh operasi. “C menyaru sebagai anggota Satgas Perampasan Aset dengan identitas palsu, kemudian merekrut orang untuk melaksanakan misi ilegal ini,” kata Helfi, dikutip dari Kompas.com, Kamis (25/9).
Sementara itu, DH bertugas memindahkan dana hasil pembobolan. Ia juga membuka blokir rekening dormant secara ilegal lalu menyalurkan uang tersebut ke rekening penampungan.
Baca juga: Judol Pusing, 5 Penjudi Online Diciduk Polisi setelah “Kuras” Bandar Rp50 Juta
Orang Dalam Membantu Operasi
Selain kedua dalang utama, penyidik menangkap tujuh tersangka lain. Sebagian besar berasal dari internal bank dan memanfaatkan akses sistem perbankan untuk memperlancar aksi kejahatan.
AP (50), Kepala Cabang Pembantu di Jawa Barat, memberi akses ke aplikasi core banking.
GRH (43), Consumer Relations Manager, menghubungkan sindikat dengan cabang bank.
NAT (36), mantan teller, memindahkan dana dari rekening dormant ke lima rekening penampungan.
DR (44), konsultan hukum, melindungi operasi dari sisi legal.
R (51) dan TT (38), mengatur distribusi uang hasil pembobolan.
IS (60), mengelola rekening penampungan dana ilegal.
Dengan dukungan orang dalam, sindikat bisa bergerak lebih bebas. Selain itu, kolaborasi tersebut membuat pembobolan rekening dormant bernilai fantastis berjalan mulus dalam waktu lama.
Jeratan Hukum Berat
Penyidik menjerat para tersangka dengan pasal tindak pidana perbankan, pencucian uang, dan UU ITE. Beberapa di antaranya meliputi:
Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2023 jo Pasal 55 KUHP
Pasal 46 ayat (1) jo Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan UU No. 11/2008
Pasal 82 dan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana
Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi ancaman hukuman yang sangat berat, bahkan termasuk pidana penjara seumur hidup.
Kasus ini mengirimkan sinyal bahaya bagi industri perbankan nasional. Di satu sisi, lemahnya kontrol internal membuka celah bagi sindikat kejahatan. Di sisi lain, keterlibatan pegawai bank memperlihatkan pentingnya integritas dan pengawasan berlapis.
“Kasus ini menjadi peringatan bagi semua institusi keuangan agar memperkuat sistem keamanan, audit internal, serta meningkatkan integritas pegawai,” tegas Brigjen Helfi.
Dengan demikian, publik kini menunggu langkah peradilan sekaligus reformasi serius dari sektor perbankan. Pada akhirnya, penegakan hukum dan penguatan sistem menjadi kunci agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.