Sasakala

Legenda Ciung Wanara: Perebutan Takhta di Kerajaan Galuh

6
×

Legenda Ciung Wanara: Perebutan Takhta di Kerajaan Galuh

Sebarkan artikel ini
Legenda Ciung Wanara: Perebutan Takhta di Kerajaan Galuh

Sukabumihitz – Wisata Alam Ciung Wanara terletak di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tempat ini merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Galuh yang menawarkan keindahan alam serta nilai historis yang tinggi. Di dalamnya, terdapat berbagai artefak dan struktur kuno yang menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu. Selain itu, pengunjung dapat menikmati suasana alam yang asri dan mempelajari legenda Ciung Wanara yang terkenal di kalangan masyarakat Sunda.

Awal Mula Kerajaan Galuh

Di Kerajaan Galuh, Prabu Permana Di Kusuma memimpin dengan bijaksana. Ia memiliki dua istri yang cantik dan cerdas, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum. Meski keduanya hidup berdampingan, sifat mereka sangat berbeda. Dewi Pangrenyep adalah sosok yang angkuh, mudah cemburu, dan penuh ambisi, sementara Dewi Naganingrum adalah wanita yang lembut, penyabar, dan penuh kasih.

Ketika takhta kerajaan diteruskan kepada Prabu Barma Wijaya, kehidupan istana yang sebelumnya damai mulai dipenuhi konflik. Prabu Barma Wijaya, suami dari kedua istri tersebut, memiliki anak bernama Hariang Banga dari Dewi Pangrenyep. Namun, saat Dewi Naganingrum mengandung, Barma Wijaya merasa terancam bahwa anaknya dari Naganingrum akan menggantikan Hariang Banga sebagai pewaris kerajaan.

Baca Juga – Gunung Putri: Letak dan Asal Usulnya

Fitnah dan Kekejaman

Prabu Barma Wijaya memanfaatkan sifat cemburu dan ambisi Dewi Pangrenyep. Ia menghasut Pangrenyep untuk menyingkirkan bayi yang akan dilahirkan Dewi Naganingrum, dengan alasan demi melindungi hak Hariang Banga sebagai pewaris takhta. Pangrenyep, yang telah dikuasai rasa iri, menyetujui rencana tersebut.

Saat Dewi Naganingrum melahirkan, Pangrenyep berpura-pura membantu persalinan. Ia menyuruh Naganingrum menutup matanya dengan alasan agar cahaya lilin tidak menyilaukannya. Saat bayi laki-laki itu lahir, Pangrenyep segera memasukkannya ke dalam keranjang dan menghanyutkannya di Sungai Citanduy. Sebagai gantinya, ia meletakkan anak anjing di tempat bayi tersebut.

Melihat “bayi anjing” itu, Prabu Barma Wijaya memfitnah Dewi Naganingrum sebagai wanita terkutuk. Ia bahkan memerintahkan Uwa Batara Lengser untuk membunuh Naganingrum di Hutan Larangan. Namun, Uwa Batara tidak tega menjalankan perintah tersebut. Sebagai gantinya, ia menyembunyikan Naganingrum di sebuah gubuk di tengah hutan dan berpura-pura telah melaksanakan perintah sang raja.

Baca Juga – Curug Caweni: Legenda Batu Penjelmaan dari Putri Caweni

Perjalanan Ciung Wanara

Sementara itu, bayi yang dihanyutkan di Sungai Citanduy ditemukan oleh pasangan suami istri, Aki dan Nini Balangantrang. Mereka memberi nama bayi tersebut Ciung Wanara, terinspirasi dari burung ciung dan monyet wanara yang mereka lihat di sekitar keranjang bayi. Ciung Wanara tumbuh menjadi pemuda yang gagah perkasa dan cerdas.

Saat remaja, Aki dan Nini memberitahukan kebenaran asal-usulnya. Dengan tekad kuat, Ciung Wanara pergi ke Kerajaan Galuh untuk mencari keadilan. Di sana, ia menantang Prabu Barma Wijaya dalam sabung ayam. Ayam jago milik Ciung Wanara berhasil mengalahkan ayam milik raja. Sebagai hadiah, ia memperoleh setengah wilayah Kerajaan Galuh.

Namun, Ciung Wanara tidak berhenti di situ. Dengan dukungan rakyat, ia mengungkap kebenaran tentang fitnah yang menimpa ibunya, Dewi Naganingrum, dan kejahatan Dewi Pangrenyep. Saat fakta terkuak, Prabu Permana Di Kusuma turun tangan. Ia memutuskan bahwa Ciung Wanara akan memimpin Kerajaan Galuh, sementara Hariang Banga diberi wilayah kekuasaan di timur.

Baca Juga – Legenda Sungai Citarum: Kisah Mistis di Balik Aliran Air Tertua