CerpenHiburan

Jenggala – Bagian 1

198
×

Jenggala – Bagian 1

Sebarkan artikel ini
Jenggala | Dok: Istimewa
Jenggala | Dok: Istimewa

Jenggala namaku. Kata ayah, artinya hutan. Biar suatu saat diriku bisa mendapatkan hal yang baik seluas hutan yang tersebar di bumi yang memberikan banyak manfaatnya. Namun, makin dewasa, aku tak tahu makna sebenarnya mengapa aku diberi nama itu. Aku benci. Mereka membuangku. Menghancurkan mimpi-mimpiku. Ya, seperti makna hutan yang sering kita lihat. Dibakar. Dirusak. Dihanguskan.

Aku, Jenggala sudah lelah. Aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.

Saat ini aku tengah berada di pinggir jalan dan akan bersiap-siap untuk berlari ke tengahnya agar kendaraan menabrakku. Aku langsung melancarkan niatku. Dan dalam hitungan 3 detik…

“Bruggh”

“Kecelakaan… kecelakaan”

Aku mendengar riuh pikuk suara manusia yang seperti mengasihaniku. Sampai akhirnya penglihatanku gelap gulita. Namun, aku tiba-tiba terbangun. Ada hal yang aneh pikirku. Kenapa tiba-tiba aku sekarang ada di tengah hutan seperti ini?

Aku lihat sekelilingku. Hanya ada pepohonan, suara burung dan angin yang meniup rambutku.

“Hah? Rambut? Perasaan sebelum aku memutuskan bunuh diri aku memotong habis rambutku.”

Aku berlari mencari sumber air agak bisa melihat pantulan diriku.

“Didepan sana ada danau.”

Aku terus berlari. Aku lihat pantulan diriku pada air, betapa terkejutnya diriku saat kulihat pantulan itu.

“Hah? Ini siapa? Hah kok cewek?”

Ya. Aku bertanya-tanya. Kenapa aku berada pada tubuh seorang gadis dan mengapa harus di hutan?

“Gloria, lagi apa kau? Mari pulang sudah mau petang.”

Aku terkejut melihat nenek tua menghampiriku. Dan apa tadi? Dia memanggilku Gloria? Apa itu nama gadis yang sedang aku tempati tubuhnya ini?

” Kau… siapa?”

“Heh, dasar kau. Mau nenek usir pake tongkat ajaib. Saya nenek kau lah. Sakit kali nih anak.”

Nenek itu memegang keningku. Tapi tubuhku seperti batu. Memikirkan lagi, kenapa suaraku jadi seperti perempuan juga?

“Ouhh No, I want to goooo home,” teriakku.

“Heh, ngomong apa kau ini? Makin aneh. Ayo cepet pulang.” Nenek itu langsung menuntun tanganku yang katanya mengajakku untuk pulang.

***

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *