Sukabumihitz – Kampung Cibiru, Desa Cicantayan, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, menyimpan kisah inspiratif dari sebuah UMKM yang terus bertahan meski menghadapi berbagai tantangan. UMKM Kriya Cibiru, yang kini dikelola sepenuhnya oleh Pak Pibsa, menjadi contoh nyata perjuangan untuk tetap berkarya di tengah keterbatasan. Berdiri sejak tahun 2016, perjalanan UMKM ini penuh liku dan sarat pembelajaran.
Awal Berdirinya Kriya Cibiru
Kriya Cibiru berdiri pada 2016 di Kampung Cibiru, Desa Cicantayan, Sukabumi. Usaha ini lahir dari inisiatif komunitas relawan taman baca yang bertujuan meningkatkan literasi anak-anak. Selain itu, mereka juga mengelola Kampung Egrang untuk melestarikan permainan tradisional seperti egrang, congklak, dan gasing.
“Kami memulai Kriya Cibiru dengan harapan mendanai kegiatan taman baca dan menghidupkan pusat permainan tradisional. Kami ingin memberikan kontribusi di bidang literasi, terutama kepada anak-anak, agar tetap bisa belajar sambil bermain,” ungkap Pak Pibsa.
UMKM ini memproduksi berbagai kriya berbahan dasar bambu, seperti gelas, teko, tumblr, dan notebook. Produk tersebut dipasarkan secara lokal untuk mendukung operasional taman baca. Para relawan mengelolanya secara sukarela.

Dampak Pandemi Covid-19
Pandemi membawa dampak besar bagi Kriya Cibiru. Saung bambu yang menjadi tempat taman baca roboh karena kurang perawatan. Para relawan juga harus meninggalkan kampung demi mencari penghidupan di luar kota.
“Pandemi menjadi pukulan berat bagi kami. Teman-teman relawan memilih mencari penghidupan di luar kota,” kata Pak Pibsa. Tanpa dukungan relawan, operasional taman baca dan Kampung Egrang menjadi terhenti.
“Setelah Covid-19, taman baca sudah tidak aktif lagi. Saung bambu yang menjadi tempat berkumpul juga roboh,” lanjutnya.
Perjuangan Pak Pibsa Mengelola Kriya Cibiru
Setelah pandemi, Pak Pibsa melanjutkan Kriya Cibiru seorang diri dengan dana seadanya. Meski sulit, ia tidak menyerah menjaga usahanya tetap berjalan.
“Awalnya memang sulit. Banyak yang meragukan keberlanjutan Kriya Cibiru. Tapi saya percaya, selama kita mau berusaha, pasti ada jalan,” tutur Pak Pibsa dengan optimisme.
Kini, ia memasarkan produknya secara langsung di sekitar Sukabumi dan melalui media sosial. Meski hasil penjualan belum besar, ia bersyukur karena usahanya tetap berjalan.
“Tidak mudah memasarkan produk secara mandiri. Saya harus terus berinovasi untuk menarik perhatian pembeli,” katanya.
Hilangnya Taman Baca dan Kampung Egrang
Taman baca yang dulu menjadi pusat literasi kini hanya menyisakan kenangan. Begitu pula dengan Kampung Egrang, yang dulunya ramai dengan permainan tradisional.
“Rasanya sedih melihat taman baca yang dulunya ramai kini hanya tinggal cerita,” kata Pak Pibsa.
Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan, dan kegiatan pelestarian budaya tradisional tidak lagi berjalan. Meski demikian, Pak Pibsa berharap suatu hari kepercayaan itu kembali tumbuh.
Harapan yang Tak Pernah Padam

Pak Pibsa ingin menghidupkan kembali taman baca dan Kampung Egrang. Ia percaya usaha kecil dapat memberikan dampak besar jika dilakukan dengan sepenuh hati.
“Saya ingin menunjukkan bahwa usaha kecil seperti ini bisa memberikan manfaat besar jika dijalankan dengan sepenuh hati,” ungkapnya.
Kriya Cibiru mungkin dimulai dari sesuatu yang kecil, tetapi dampaknya bisa sangat besar. Perjuangan Pak Pibsa mengajarkan kita bahwa harapan selalu ada, bahkan di tengah keterpurukan. Dengan dedikasi dan kerja keras, ia membuktikan bahwa usaha kecil bisa memberikan kontribusi besar bagi banyak hal baik lainnya.